Rabu, 25 Agustus 2010

DUSTA PEDAGANG AYAM POTONG

Liputan6.com, Jakarta: Boleh dibilang daging ayam potong memang menjadi andalan kebutuhan gizi mayoritas masyarakat Indonesia. Di Jakarta saja, kebutuhan ayam potong mencapai 1,5 juta ekor per hari. Sementara di Tanah Air kebutuhan ayam potong ini diperkirakan mencapai tiga juta sampai lima juta ekor per hari. Tak mengherankan, bila keberadaan pedagang ayam potong di sejumlah pasar di Nusantara kerap diserbu pembeli setiap harinya. Bahkan sejak pagi buta konsumen ayam potong sudah bisa membelinya untuk berbagai kebutuhan seperti untuk masakan di rumah dan menu hidangan di rumah makan.

Selain gurih dan nikmat, sajian ayam potong juga mudah ditemui di berbagai rumah makan termasuk di meja makan di rumah. Kota yang paling banyak mengonsumsi ayam potong dapat dipastikan adalah Jakarta. Soalnya konsumsi ayam potong sebanyak 1,5 juta ekor per hari itu bisa dilihat dari banyaknya penjual ayam di pasar-pasar Ibu Kota. Begitu juga dengan warga yang membeli ayam potong untuk berbagai kebutuhan.

Namun tahukah Anda? di Jakarta ternyata hanya baru ada satu rumah pemotongan ayam yang resmi dan memegang izin dari pemerintah serta memenuhi persyaratan. Selebihnya tempat pemotongan ayam yang berjumlah sekitar 1.000 lebih di Jakarta ternyata tidak ada yang resmi dan tak memenuhi syarat dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan DKI.

Dari penelusuran tim Sigi ke sejumlah tempat pemotongan ayam di Jakarta banyak ditemukan fakta yang mengerikan bagi kesehatan terhadap ayam potong itu. Yakni, mereka mengolahnya dengan cara yang melanggar aturan atau ilegal.

Betapa tidak, setelah dipotong atau disembelih, keberadaan ayam broiler atau ayam negeri yang kerap dijual pedagang di pasar itu terlebih dahulu diberi suntikan yang berisi air atau udara. Ini agar terlihat segar dan montok atau berisi ketika dipasarkan. Namun sebelum ayam potong itu disuntik mereka merebus dan mencabuti bulunya hingga memisahkan jeroannya. Itulah yang ditemukan tim Sigi dari tempat pemotongan ayam di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang setiap hari memotong ratusan ekor ayam dan menyuntiknya sebelum dipasarkan.

Menurut Kosim, pemotong ayam suntikan di Jaktim, praktik ilegal ayam potong di tempatnya sudah sudah berlangsung lebih dari 15 tahun silam. Tujuannya, agar ayam-ayam yang dipotongnya kelihatan montok dan menarik pembeli. "Biasanya dijual Rp 15 ribu. Nah, kalau disuntik harganya bisa naik dikit," ungkap dia.

Meski mereka sudah tidak menggunakan formalin sebagai pengawet, suntikan ke tubuh ayam itu tentunya membuat kesehatan ayam potong tersebut tidak bisa dijamin lagi. Sejumlah bakteri atau kuman-kuman yang hidup di dalam tubuh ayam potong tersebut sangat berbahaya karena dagingnya membusuk. Menurut Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Edi Setiarso, penyuntikan ayam tersebut itu tidak sehat dan termasuk penipuan. "Itu sudah tidak dibenarkan dan tidak mengikuti aspek ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Ayam yang sehat dan halal adalah hal yang penting," tegas Edi.

Selain ayam suntikan, kini juga harus diwaspadai kecurangan para pedagang ayam bangkai atau ayam tiren (mati kemarin). Para penjual ayam seperti ini sengaja menyulap ayam bangkai yang telah mati sehari sebelumnya untuk bisa dijual seperti layaknya ayam potong yang layak komsumsi.

Ada dua jenis ayam bangkai yang biasa dijual di pasaran. Pertama diperoleh dari ayam yang sudah mati sebelum disembelih. Kedua, ayam sisa kemarin alias ayam yang tak laku dijual pedagang kemudian dipermak kembali untuk kembali dijual lagi.

Ayam-ayam tiren ini biasanya kerap dijumpai menjelang perayaan hari raya keagamaan seperti Idulfitri, Natal dan pesta Tahun Baru. Pedagang ayam tiren ini pernah ditemui petugas Dinas Peternakan Yogyakarta di Pasar Bringharjo.

Di Jakarta, pejualan ayam tiren sangat marak dan tak hanya dijual saat permintaan pasar melonjak. Mereka memperjualbelikan ayam tiren ini setiap hari. Hanya saja, ayam-ayam bangkai itu tidak dijual dalam bentuk daging mentah melainkan sudah diolah alias dimasak terlebih dulu dan dipotong dalam menjadi delapan potong.

Berdasarkan penelusuran tim Sigi penjualan ayam tiren ternyata memakai trik khusus. Misalnya, untuk mengelabui pembeli, ayam bangkai itu tetap disembelih agar seperti ayam potong normal. Menurut Husni, penjual ayam tiren, kebanyakan konsumen tak mengetahui kondisi ayam dan membeli dengan harga murah. "Kebanyakan pembeli itu jarang paham dan maunya harga murah," kata penjual ayam tiren.

Husni mengaku untuk menyulap warna daging ayam tiren yang cenderung kebiru-biruan dirinya merendamnya dengan air kunyit. Ayam-ayam bangkai itu biasanya ia dapatkan dari beberapa penampungan ayam broiler di Jakarta. Harga satu ekor ayam itu dibeli Rp 5.000 dan dijual kembali per potong Rp 2.000. "Satu ekor jadi delapan potong, satu potong Rp 2.000 dan sehingga satu ekor menjadi Rp 16 ribu," kata dia. Husni juga mengaku dalam seharinya bisa menjual sedikitnya 10 ekor ayam tiren. Penghasilannya ia dalam sebulan bisa mencapai Rp 3 juta.

Dalam sehari setidaknya ada sekitar 1.500 ekor ayam potong yang mati di Jakarta baik selama dalam perjalanan atau selama berada di penampungan. Sebagian kecil jumlahnya berhasil dirazia petugas Dinas Peternakan untuk dimusnahkan. Namun ayam bangkai yang tidak terkena razia kerap dijual kembali oleh sejumlah pedagang.

Razia dan pengawasan pasar-pasar daging ayam seperti itu sebenarnya rutin dilakukan oleh petugas. Tujuannya merazia dan menyita ayam suntik dan ayam tiren masuk ke pasar daging. Sepanjang tahun 2006 saja di Jakarta telah digelar operasi lebih dari 600 kali. Akan tetapi, tak selamanya razia itu mendapatkan hasil. Hingga November 2006 ini, lebih dari 700 pedagang ayam terkena razia dan lebih dari 75 ribu ekor ayam tak layak konsumsi disita petugas.

Para pedagang ayam bangkai yang dirazia itu kerap bersembunyi ketika menjajakan dagangannya. Walau begitu keberadaan mereka kerap diketahui petugas. "Mereka menjual ayamnya sembunyi-sembunyi dan kerap menumpuknya dengan ayam-ayam potong lainnya," ungkap Agung Priambodo, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Dinas Peternakan DKI.

Maraknya penjualan ayam suntik dan ayam bangkai tentu saja sangat merugikan konsumen. Lantaran itulah, bagi Anda yang hobi mengonsumsi ayam sebaiknya lebih jeli dan teliti sebelum membeli. Waspadai harga ayam potong yang murah. Dan jangan membeli ayam potong yang dijajakan di pinggir jalan atau bukan di pasar daging resmi.(ZIZ/Tim Liputan 6 SCTV)

Teliti Sebelum Beli Daging Ayam

Share

Untuk mendapatkan daging ayam yang masih segar, sebaiknya teliti saat membeli. (Foto: Google)
SELAMA ini pemotongan dan pengemasan daging ayam untuk konsumsi banyak yang belum memenuhi standar kesehatan. Bila dikonsumsi, daging ayam tersebut bisa membahayakan kesehatan.

Daging ayam sepertinya masih menjadi favorit masyarakat Indonesia. Selain rasanya yang gurih, daging ayam harganya tak terlalu mahal dan mudah sekali didapat. Namun, sebaiknya dalam memilih daging ayam untuk dikonsumsi seluruh keluarga, Anda harus berhati-hati. Karena tingginya kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam, serta harganya yang tergolong murah, kini banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkannya untuk hal-hal yang bisa merugikan konsumen.

Lihat saja maraknya berita penipuan dari para pedagang yang menjual ayam tiren (mati kemaren), ayam formalin atau ayam suntik yang jelas-jelas berakibat negatif bagi kesehatan kita. Masyarakat juga terkadang belum terlalu memahami soal ini. Padahal, dampak buruk kesehatan yang ditimbulkan saat menyantapnya sangat banyak.

Karena itu, perlu diketahui secara luas seperti apa bentuk daging ayam yang baik dan tidak untuk dikonsumsi. Dan tak lupa, pembatasan serta pengawasan yang ketat tentang tata cara pemotongan ayam yang tepat, aman, dan bersih. Pemerintah sendiri saat ini sedang berupaya menjalankan regulasi soal permasalahan ini.

Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat dan Veterinarian Dinas Pertanian dan Kelautan Jakarta Timur Sri Hartati menjelaskan bagaimana memilih daging ayam yang baik dan sehat. Yang pertama, belilah daging ayam pada kios atau toko yang resmi.
Lalu, pilihlah daging ayam yang baik dan sehat. Ciri-cirinya, lanjut dia, kulit daging berwarna putih bersih, mengkilat dan tidak ada memar, bau spesifik daging ayam, pembuluh darah di seluruh tubuh tidak terlihat, serabut otot berwarna agak pucat, bekas pemotongan di leher tidak merata dan regangannya besar, bersih dari kotoran dan tidak ada bulu jarum.

Sedangkan ciri utama daging tiren adalah pada kulit terdapat bercak-bercak merah, bagian dalam karkas berwarna kemerahan, bau anyir, serabut otot berwarna agak kemerahan, pembuluh darah di leher penuh dengan darah, bekas tempat pemotongan di leher regangannya kecil dan rata, serta warna bercak akan menjadi kebiruan. “Jika daging dikemas, pilihlah kemasan yang utuh dan berlabel,” papar Sri saat acara sosialisasi daging ayam ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) di Aula Kantor Kecamatan Cakung, Jln Raya Bekasi, Cakung, Jakarta Timur, baru-baru ini.

Selain itu, kata Sri, belilah daging ayam yang disimpan pada lemari pendingin (show case) atau freezer. Pembekuan atau pendinginan dapat mempertahankan kesegaran daging.
Yang paling penting, dapat menghentikan pertumbuhan kuman dan perubahan kimia yang dapat menyebabkan daging membusuk.

“Pertumbuhan atau perkembangan kuman dapat dihambat jika suhu didinginkan lebih dari 4 derajat Celsius atau suhu kulkas. Sebab, kuman atau bakteri biasanya akan berkembang biak cepat dalam kondisi suhu kamar dalam waktu 15–20 menit,” terangnya.

Yang terakhir, Sri menyarankan agar pembelian daging ayam dilakukan pada akhir berbelanja, dan sesegera mungkin dibawa ke rumah untuk langsung dimasak atau diolah. Kalau tidak sempat atau tidak habis, daging ayam sebaiknya disimpan di dalam kulkas. Selama di kulkas, kesegaran daging akan bertahan hingga enam bulan.

Untuk mengatasi maraknya tempat pemotongan daging yang tidak sesuai prosedur, Pemprov DKI Jakarta sendiri tengah giat-giatnya menyosialisasikan Perda No 4/2007 tentang Pengendalian dan Peredaran Unggas di Provinsi DKI Jakarta.

Isinya, dalam waktu tiga tahun sejak dikeluarkannya perda tersebut, tempat penampungan dan pemotongan unggas yang ada di pasar dan permukiman penduduk akan dipindah ke tempat khusus yang telah ditunjuk. “Untuk di Jakarta Timur, rumah pemotongan unggas (RPU) ada di Rawa Kepiting, Pulogadung, dan Cakung,” kata Wakil Wali Kota Jakarta Timur Asep Syarifudin.

Dengan dilakukannya disentralisasi tempat penampungan dan pemotongan unggas ini, lanjut dia, diharapkan akan meningkatkan kualitas daging ayam yang beredar di pasar.
Selain itu, juga akan mengurangi pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit yang diakibatkan penampungan dan pemotongan unggas.

“Perlu dicatat bahwa setiap hari ayam yang masuk ke DKI Jakarta ada sekitar 600.000 ekor, di mana yang 320.000 atau sekitar 60 persennya masuk melalui Jakarta Timur. Apalagi, sejak 2003, virus flu burung menyerang unggas lalu manusia dengan korban 44 orang sakit dan 33 orang meninggal,” ungkapnya.

Asep menuturkan, daging ayam merupakan daging yang disukai masyarakat karena harganya yang relatif murah bila dibandingkan dengan jenis daging yang lain. Namun, apabila penanganan dan pengelolaannya tidak benar dapat membahayakan hidup manusia itu sendiri.

Dia menyambut baik sosialisasi yang dihadiri sekitar 100 peserta yang berasal dari ibu-ibu pengurus dan kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) baik dari tingkat kota maupun kecamatan di Jakarta Timur ini.
Melalui acara ini, masyarakat diharapkan dapat memahami dan mengerti bagaimana cara memilih daging ayam, menangani dan mengolah daging ayam yang baik dan benar.

“Masyarakat perlu tahu seperti apa daging ayam ASUH, yang bebas dari virus flu burung, bebas formalin, dipotong dalam keadaan segar, dan bukan ayam tiren. Saya setuju sekali apabila sosialisasi permasalahan ini ke ibu-ibu karena biasanya akan efektif karena jaringannya luas,” tutur Asep.

Kasudin Peternakan dan Perikanan Jakarta Timur Adnan Ahmad mengemukakan, daging ASUH adalah daging yang aman karena daging tidak mengandung bahan yang mengganggu kesehatan. Sehat yaitu mengandung bahan yang dapat menyehatkan manusia. Utuh, tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain. Dan halal, pemotongannya sesuai dengan syariat agama Islam.

Sosialisasi daging ayam ASUH ini, kata dia, penting dilakukan karena dampaknya sangat signifikan bagi para konsumen.“Warga perlu diberikan sosialisasi terus-menerus mengenai jenis daging ayam yang sehat itu yang seperti apa, karena penyakit itu datang sebagian besar dari hewan,” ujar Adnan.

Adnan mengakui sampai saat ini RPU yang telah ditunjuk masih belum siap menerima pemotongan ayam secara besar-besaran. Menurut dia, sarana dan fasilitas yang dimilikinya belum memadai. Karena itu, ditargetkan akhir tahun ini proses tersebut bisa terlayani dengan baik.

“Akhir tahun sekitar November 2010, kita targetkan semua RPU yang ditunjuk telah berjalan sepenuhnya untuk melayani pemotongan ayam yang setiap harinya dapat mencapai 500.000 ekor. Apalagi, masalah gejolak ekonomi serta pro dan kontra dari masyarakat masih berlangsung,” tandasnya.

Karena molornya implementasi Perda No 4/2007 ini, terang dia, Pemprov tidak akan langsung merazia dan menindak siapa pun yang masih melakukan pemotongan unggas di pasar, permukiman ataupun RPU liar. “Tapi kita terus sosialisasikan bagaimana memilih daging ayam ASUH tersebut ke masyarakat,” kata Adnan.

M Bayu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung upaya membenahi tata niaga ayam potong yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Hal itu, kata dia, tentunya dapat menjamin masyarakat DKI Jakarta untuk menikmati daging terbaik. “MUI juga sangat peduli untuk memperhatikan aspek kebersihan yang ikut menentukan layak atau tidaknya makanan tersebut dikonsumsi,” katanya.
(Koran SI/Koran SI/tty)